Politik

Dituding Semula Setuju RUU HIP, Begini Transkrip Pernyataan Lengkap PKS di Sidang Baleg 22 April 2020

KATAFAKTA, JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersikeras RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) ditarik dari pembahasan. Namun, sejumlah pihak menyebutkan sebenarnya Fraksi PKS awalnya menyetujui RUU HIP.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebut di sidang Badan Legislasi dan sidang paripurna DPR RI, Fraksi PKS menyetujui.

KataFakta memperoleh dokumen Baleg yang berisi transkrip pernyataan lengkap Fraksi PKS yang dibacakan pada sidang 22 April 2020. Pernyataan resmi PKS tersebut dibacakan oleh anggotanya Bukhori Yusuf.

Berikut transkrip pernyataan Bukhori:

 

Baik, terimakasih.

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pimpinan yang baik dan juga para anggota yang saya hormati. Pertama-tama saya mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi teman-teman yang menjalankan. Karena hari ini nampaknya merupakan hari-hari penentuan, antara hari ini dan besok, dan kelihatannya Jumat itu merupakan bagian daripada kehidupan berbangsa, mudah-mudahan dengan kita memasuki bulan suci Ramadhan ini semakin tersucikan dan semakin terkabul doa-doa kita, hingga musibah wabah Covid-19 ini segera diangkat

oleh Allah. Yang kedua juga saya ucapkan selamat kepada Ibu Ketua Pimpinan yang sudah tayang kembali di sinetronnya di TV.

Bapak ibu sekalian. Karena ini tadi merupakan draf terakhir, terima kasih kepada teman-teman TA yang sudah bekerja keras untuk memasukkan dan menyusun undang-undang ini secara baik. Dan selalu ada progress-progress yang sangat positif, maka kami sangat mengapresiasi dan tadi pagi sambil saya olahraga jalan kemudian bisa membaca dan tentu saja bisa bergabung.

Bapak ibu sekalian. Fraksi PKS pada dasarnya tentu tidak keberatan dan sangat berapresiasi kepada lahirnya undang-undang ini. Tentu sepanjang untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Nah karena itu, kami berharap bahwa undang-undang ini nanti lahir, lahir untuk memberikan sebuah satu guidance yang lebih paten, guidance yang lebih jelas. Tidak kemudian akhirnya sebagaimana disampaikan para pembesar-pembesar kita dan petinggi petinggi kita berkali-kali, kenapa negara kita menjadi sangat liberal, ada mengatakan super liberal dan seterusnya. Saya kira kita punya ramuan tersendiri yang selama ini belum dipakai secara baik.

Nah yang ketiga, kami juga sangat sependapat dengan pak senior kami, guru kami Bapak Prof Dr Ali Taher itu yang, bahwa ini memang masih perlu mendapatkan masukan-masukan. Dan PKS juga tentu tidak bagian daripada itu yang sering kemudian menyempurnakan terhadap undang undang ini.

Nah secara teknis, maka kami punya 5 masukkan, yang pertama di Pasal 14 Ayat (2), mohon ditayangkan itu, Pak. Pasal 14 Ayat (2) itu kalau tidak salah, 14 Ayat (2) ya 14 Ayat (2) itu bunyinya adalah karena di sini saya tidak kedengaran, Mba. Baik ya, 14, stop. “Perekonomian nasional sebagai mana dimaksud pada Ayat (1) diselenggarakan berdasar prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi.”

Ada satu prinsip yang sebenarnya sangat mendasar di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar yang belum distip di sini, dan selama kami berdiskusi 4 tahun di lembaga pengkajian MPR yang mayoritasnya ada 60 orang, mereka terlibat di dalam perubahan Undang-Undang Dasar mulai 1999 sampai 2002. Mereka di antaranya berdebat terkait dengan masalah efisiensi berkeadilan, di mana faktanya memang kemudian efisiensi itu yang lebih dominan, sehingga terjadi ketimpangan yang sangat jauh.

Nah, saya yang mengusulkan supaya ada prinsip yaitu keadilan sosial. Di sinikan efisiensi berkeadilan, tapi keadilan sosial tidak dimasukkan. Padahal sesungguhnya kalau kita lihat di dalam esensi alinea keempat pembukaan Undang-Undang dasar itu, setelah pembentukan satu negara Indonesia pada pemerintahan yang kemudian berdasar pada ketuhanan.

Maka setelah itu kemudian sila yang kelima dan suatu keadilan sosial. Saya kira ini keadilan sosial perlu menjadi prinsip ekonomi nasional kita, supaya inline dengan ekonomi Pancasila 1.

Yang kedua, Pasal 20 Ayat (2), ini masukan. Pasal 20 Ayat (2), tolong Mas Lucky, Pasal 20 Ayat (2), Pasal 20 Ayat (2). Nah Pasal 20 Ayat (2) stop. Nah, “pembangunan nasional sebagaimana dimaksud Ayat (1) bertujuan membangun Indonesia sebagai negara kepulauan, negara kepulauan, yang bercorak agraris dan maritim menjadi negara industri,” dan seterusnya.

Saya melihat ini, fase ini keliatannya lompat, yaitu pembangunan nasional sebagaimana dimaksud bertujuan membangun Indonesia sebagaimana. Membangun indonesia yang seperti apa? Dan bagaimana negara kepulauan yang bercorak agraris dan maritim menjadi negara industri dengan berbasis pada riset ilmu. Itu kan apa namanya, umumnya… Nah, makanya saya mengusulkan supaya dimasukkan diksi yaitu, apa namanya sebagaimana dimaksud Ayat (1), bertujuan, bertujuan, bertujuan membangun Indonesia, bertujuannya? Bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi itu adalah payung besarnya memang pembangunan itu adalah untuk, untuk kesejahteraan. Jadi, bertujuan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, itu yang kedua.

Yang ketiga, di apa namanya, ada beberapa pasal tadi saya tidak menemukan catatan-catatan berikutnya adalah di penjelasan umum. Coba, nah penjelasan umum alinea kesatu. Saya tadi sangat setuju apa yang disampaikan Pak Ali Taher itu cukup bisa mewakili terhadap apa namanya di alinea pertama ini. Karena secara fakta bahwa undang-undang dasar itu filosofi grondslag-nya itu adalah pembukaan. Nah, karena itu semestinya Pancasila yang kita setip di sini adalah Pancasila sebagaimana tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi saya kira itu, yang menjadi esensi di dalam penjelasan umum di alinea pertama.

Nah, kemudian yang keempat, yang keempat adalah masukkan kami, ini memang beberapa pasal, tetapi nanti akan kami lengkapi pasal yang ke berapa. Tetapi intinya, poinnya adalah kami memohon mengharap agar Undang-Undang ini tidak mengatur terhadap pembangunan keluarga. Karena ada rancangan Undang-Undang yang sedang dalam proses pembahasan juga di Baleg, yaitu rancangan undang-undang tentang apa, ketahanan keluarga. Jadi supaya nanti tidak terjadi tumpang tindih.

Dan yang terakhir, saya kira juga menjadi esensi yang paling mendasar kalau di dalam undang-undang ini adalah kalau ciri Pancasila itu tetap saja adalah ada ketuhanan dan di situ adalah konteks agama. Maka sebenarnya kalau di dalam kaidah hukum Islam itu ada namanya, kalau kita mau mendefinisikan sesuatu sebaiknya itu menyangkut dua hal pertama, jami’ yang kedua mani’.

Artinya adalah jami ‘itu menyeluruh, mani’ itu adalah protect. Jadi ini kalau dalam ketentuan ini semuanya, menyeluruhnya sudah oke, tapi protect-nya belum ada. Nah protect-nya tuh sebenarnya ada di TAP MPRS Nomor 25 Tahun 66, itu protect. Nah oleh karena itu, saya kira ada baiknya juga bahwa TAP MPRS Nomor 25 Tahun 66 itu tetap dimasukkan sebagai pengingat, bahwa kemudian kalau kita kritisi dalam, dalam Undang-Undang 12 Tahun 2011, maka kemudian mengingat itu adalah terkait dengan pasal Undang-Undang Dasar yang menjadi bahasan secara langsung. Maka kemudian sebenarnya Pancasila atau Undang-Undang ideologi Pancasila ini membahas seluruh. Hakikatnya seluruh Undang-Undang pasal per Pasal dari 1 sampai Pasal 37. Sehingga seluruh tap-tap yang sifatnya organik itu tetap dimasukkan.

Apalagi ada TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003. Khususnya itu kemudian Ayat (2) kemudian termaktub termasuk pasal-pasal atau termasuk tap-tap yang kemudian tidak akan bisa berubah. Karena lembaga MPR-nya juga sudah tidak ada, sehingga memasukkan ke sana itu sebenarnya tidak ada mudaroh sama sekali secara teknis dan secara substantif saya kira.

Saya kira itu bu ketua yang baik yang saya hormati, pandangan kami dari Fraksi PKS. Jadi kami berharap, memang pada dasarnya Fraksi PKS tidak keberatan, tetapi untuk kemudian disempurnakan terlebih dahulu, sehingga nanti setelah sempurna kita akan masukkan ke Paripurna. Terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Melalui akun twitternya, Bukhori Yusuf menjelaskan soal pernyataannya bulan April lalu. Berikut pernyataannya :

  1. Podcast itu statement di rapat pembahasan RUU di Baleg DPR sblm pengambilan keputusan di Paripurna.
  2. Statement tidak keberatan itu muncul karena pimp. Panja Baleg ( sblm tnggapan tsb) menjanjikan akan mengakomodir masuknya Tap MPRS 25/66 yg kami sampaikan dan termasuk mendrop pasal 7 ttg trisila dan eka sila.
  3. Kami meminta 2 hal dlm rapat tersebut yg pertama, agar ada masukan dr berbagai pihak yg luas & kedua, agar masukan2 kami di formulasikan ke dlm draft tersebut sebelum dibawa ke paripurna.
  4. Setelah kemudian hasil Pleno Baleg tdk memasukkan tap mprs 25/66 & mendrop pasal 7 tentang trisila & ekasila, maka fpks (bersamaFD yg sejak awal tdk mau bahas krn ingin fokus corona) tdk mau tdd ruu hasil pleno baleg sbgai bentuk konsistensi penolakan kami. (bukti sdh beredar)
  5. Hasil pleno baleg di bawa ke Paripurna DPR, Jubir fpks saya sendiri.
  6. Dalam rapat paripurna saya juga berteriak menyampaikan penolakan terhadap ruu karena pimpinan sidang tdk memberi kesempatan sama sekali, mengabaikan intrupsi kami, mic tdk diaktifkan & tdk diberi wkt oleh pimpinan paripurna.

 

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menegaskan fraksinya meminta RUU HIP dibatalkan.

“Fraksi PKS tetap meminta batalkan RUU HIP sesuai aspirasi rakyat. Kalau RUU ini tetap jalan dengan alasan apapun apakah mengubah nama atau mengubah isi sekalipun ini menambah panjang polemik,” kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini dalam keterangannya, Sabtu, 27 Juni 2020.

Jazuli mengungkap penolakan ini juga disampaikan secara jelas dan tegas oleh ormas seperti NU, Muhammadiyah, MUI, hingga purnawirawan TNI Polri. Dia menyatakan sebagai wakil rakyat, DPR seharusnya ikut bersama rakyat menolak RUU tersebut.

“Kita hormati sikap partai lain yang menawarkan nama dan subtansi yang berbeda. Tapi lebih elok sebagai bentuk akuntabilitas publik, karena DPR ini adalah wakil rakyat, kalau rakyatnya sudah menolak keras dan meminta dihentikan pembahasan sebaiknya dihentikan saja. Kenapa harus ngotot? Ini semata untuk menjaga marwah DPR sebagai lembaga yang mewakili rakyat,” jelas Juwaini. ***

Muhamad Usman

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button