Katafakta.id – NTB – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus menegakkan langkah-langkah antisipasi karhutla dengan berpegang pada strategi menuju solusi permanen pengendalian karhutla dan pengalaman-pengalaman penanggulangan karhutla sejak tahun 2015, terutama dalam menghadapi puncak musim kemarau tahun 2021 yang diperkirakan terjadi pada bulan Agustus – Oktober 2021.
Prediksi dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan jika berdasarkan analisis ZOM Dasarian II Agustus 2021, 85,38% wilayah Indonesia telah masuk musim kemarau. Analisis hotspot/titik panas juga menunjukan kategori menengah hingga tinggi, sehingga potensi karhutla dalam bulan Agustus – Oktober diprediksi semakin menguat, terutama di Sumatera bagian tengah, dan NTB-NTT.
Kondisi cuaca panas ini diketahui juga telah menimbulkan bencana karhutla di negara-negara Eropa dan Amerika sepanjang tahun 2021, seperti di Amerika Serikat dengan luas karhutla mencapai 3,5 juta ha, Rusia 1,5 juta ha, Kanada 580 ribu ha, Bolivia 150 ribu ha, Turki 95 ribu ha, Yunani 56,6 ribu ha, dan Italia 20 ribu ha. Indonesia sendiri sampai Bulan Juli 2021, luas karhutla baru mencapai 105,7 ribu ha jauh dibawah tahun 2015 ketika karhutla di Indonesia mencakup luas areal 2,61 juta ha.
“Indonesia sudah belajar banyak terkait penanggulangan karhutla, khususnya sejak masa sulit enam tahun lalu dan terus memperbaiki tata kelola penanggulangan karhutla dengan pencegahan yang bersinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, POLRI, masyarakat dan sektor swasta. Pengalaman Indonesia menangani karhutla ini bisa diduplikasi atau dijadikan bahan pembelajaran bagi negara-negara lain yang mengalami masalah karhutla,” ujar Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi, dalam media briefing dengan rekan-rekan media secara daring dari Jakarta, (30/8).
Saat ini inovasi-inovasi, terobosan, langkah-langkah kebijakan yang mempercepat atau mempermudah upaya pencegahan karhutla terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia utamanya agar terbentuk solusi permanen pengendalian karhutla, seperti yang diminta oleh Presiden Joko Widodo dalam setiap arahannya pada Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Istana Negara.
Tiga klaster utama strategi menuju solusi permanen pengendalian karhutla yang sedang ditempuh, yaitu klaster pertama berupa pengendalian operasional dalam sistem Satgas Patroli Terpadu di tingkat wilayah diperkuat dengan Masyarakat Peduli Api-Paralegal (MPA-P). Klaster kedua, berupa upaya penanggulangan karhutla berdasar analisis iklim dan rekayasa hari hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Dan klaster ketiga, dengan pembinaan tata kelola lanskap, khususnya dalam ketaatan pelaku/konsesi, praktik pertanian, dan penanganan lahan gambut, menjadi upaya pengendalian karhutla yang terus diperkuat oleh KLHK bekerjasama dengan para pihak terkait.
Sampai dengan 27 Agustus 2021, Patroli Terpadu yang melibatkan Manggala Agni bersama personil POLRI, TNI dan anggota MPA telah dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia sebanyak 219 posko desa dengan menjangkau 621 desa di sekitar posko. Wilayah patroli ini meliputi 17 lokasi di Sumatera Utara, 55 lokasi di Riau, 2 lokasi di Kepulauan Riau, 25 lokasi di Jambi, 34 lokasi di Sumatera Selatan, 29 lokasi di Kalimantan Barat, 26 lokasi di Kalimantan Tengah, 18 lokasi di Kalimantan Selatan dan 13 lokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Sementara itu Patroli Mandiri oleh Manggala Agni sampai dengan 31 Juli 2021 telah dilaksanakan pada 704 posko desa di provinsi rawan, yaitu Sumatera: 298 desa, Kalimantan: 320 desa, Sulawesi: 40 desa, Maluku Papua: 36 desa, Jawa-Bali-Nusa Tenggara: 10 desa.
Tujuan pengendalian karhutla yang melibatkan partisipasi masyarakat MPA dan MPA-P adalah agar terbangun sistem pengendalian karhutla di tingkat tapak yang melibatkan para pihak (masyarakat berkesadaran hukum, pemerintah daerah, TNI, POLRI, tokoh masyarakat, masyarakat paralegal), menurunnya intensitas kebakaran hutan dan lahan, dan sebagai langkah penguatan pola pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan MPA-P di Tahun 2020 di 12 desa lokasi MPA-Paralegal, berdasarkan pantauan karhutla di www.sipongi.menlhk.go.id bulan Agustus – Nopember 2020, 12 lokasi tersebut tidak terdeteksi adanya hotspot,” jelas Laksmi.
Laksmi melanjutkan jika kegiatan MPA-P ini dapat dikatakan efektif sebagai salah satu strategi menuju solusi permanen pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Oleh karenanya pada tahun 2021 Kegiatan MPA-Paralegal dilanjutkan dengan penambahan 28 desa, menjadi 40 desa di 7 provinsi.
Selanjutnya analisis iklim dan rekayasa hari hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya pencegahan karhutla dengan tujuan membasahi kawasan gambut yang rawan karhutla, mencegah bencana asap, mengisi kanal-kanal gambut, kolam retensi, dan embung untuk menekan potensi karhutla, juga secara paralel dikerjakan KLHK dan pihak-pihak terkait.
Pada tahun 2021, operasi Teknologi Modifkasi Cuaca (TMC) yang telah dilakukan di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Jambi, secara umum prosentase menambah curah hujan periode TMC Maret – Juli 2021 berkisar 2 – 69 % terhadap curah hujan alamnya.
Upaya pengendalian karhula juga diperkuat dengan perbaikan dan penataan ekosistem gambut yang dilakukan KLHK bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), salah satunya dengan meningkatkan sistem pengumpulan data real time pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) di 10.331 titik pengamatan seluruh Indonesia dengan sistem SiMATAG-0,4m (mobile application based) dan Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPAGALA) BRGM, dan data curah hujan di lokasi-lokasi rawan karhutla. Analisis terhadap data-data tersebut akan memberikan alarm kesiapsiagaan bagi pelaksana patroli di lapangan untuk mengantisipasi secara dini terjadinya karhutla sebelum api membesar dan sulit dikendalikan.
“Karhutla menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia, juga masyarakat dunia. Karhutla mengancam kelestarian lingkungan dan masyarakat. Dampak asap karhutla sangat merugikan kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat, serta hubungan internasional. Dan yang pasti secara nyata meningkatkan emisi karbon penyebab perubahan iklim,” jelas Laksmi.
Ia melanjutkan jika pada prinsipnya karhutla dapat dicegah, upaya pencegahan karhutla merupakan langkah yang jauh lebih baik dibandingkan upaya memadamkannya disaat sudah memasuki masa krisis karhutla.
“Pencegahan karhutla sangat penting untuk dapat diupayakan bersama. Sinergi para pihak mulai dari pusat, daerah hingga ke tingkat tapak perlu dikedepankan. Partisipasi dan kesadaran masyarakat pun perlu terus dibangun,” pungkas Laksmi
Sementara itu dari aspek penegakan hukum terkait karhutla, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani menjelaskan jika jajarannya saat ini terus melakukan upaya-upaya pemantauan setiap hari, utamanya dari hotspot yang terdeteksi dari satelit. Dirinya dan jajaran akan merespon setiap potensi karhutla dengan memberikan peringatan pada lokasi-lokasi dimana adanya potensi karhutla.
“Ada 134 surat peringatan yang sudah kami sampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang lokasi-lokasinya terjadi karhutla pada tahun ini,” ujarnya.
Untuk memperkuat upaya penegakan hukum terhadap karhutla telah dibuat kesepakatan bersama antara KLHK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Penegakan hukum terpadu Karhutla merupakan terobosan untuk meningkatkan efektifitas penegakan hukum dan efek jera. Aparat hukum sejak awal melakukan kerja bersama menangani kasus karhutla.
Rasio Ridho Sani menyampaikan bahwa Penegakan hukum secara tegas baik terkait administrasi, perdata maupun pidana, akan terus kami tingkatan. Sudah ada 20 perusahaan kami gugat secara perdata terkait karhutla, hampir semua gugatan yang kami dikabulkan oleh pengadilan, 833 korporasi diberikan sanksi administrasi, serta belasan lainnya dipidana karena karhutla.
“Kami yakin penegakan hukum tegas akan merubah perilaku dari pembakar hutan dan lahan. Kami sedang menyiapkan penegakan hukum karhutla multidoor, yaitu tidak hanya menerapkan pasal berlapis akan tetapi juga akan menerapkan undang-undang berlapis bersama kepolisian dan kejaksaan, agar hukumannya semakin berat,” tegas Rasio Sani
Upaya penegakan hukum menjadi salah satu langkah penaggulangan karhutla guna menjamin kepatuhan para stakeholder pemanfaatan lahan dan hutan agar dapat ikut aktif menjaga agar tidak terjadi karhutla di wilayahnya masing-masing. (*)