
Sebuah Laporan Investigatif oleh Kang Maman & Andrew Sihite
JAMBI, 19 Agustus 2025 – Di sebuah sudut Kota Jambi, terbaring sebidang tanah warisan yang menyimpan sebuah paradoks hukum yang membingungkan: sebuah putusan pengadilan yang telah final dan mengikat selama lebih dari 60 tahun, kini seolah tak berdaya di hadapan selembar surat sporadik yang telah dicabut dan dibatalkan oleh negara.
Ini adalah kisah tentang perjuangan multi-generasi keluarga Almh. Ratumas Saidah binti H. Pangeran Kasim. Berbekal tumpukan bukti otentik, mereka kini terpaksa membuka sebuah “kotak pandora” berisi fakta-fakta yang selama ini tersimpan rapat—termasuk sebuah tanda tangan dari leluhur pihak lawan yang seharusnya mengakhiri semua sengketa ini puluhan tahun yang lalu.
Melalui cucunya, Habib Ahmad Syukri Baragbah, SH.I., keluarga ini tidak lagi hanya meminta hak, tetapi menuntut negara untuk menjawab sebuah pertanyaan fundamental: Siapa yang lebih kuat di Republik ini? Putusan hakim yang final, atau klaim di atas kertas yang sudah dinyatakan tidak sah?
“Kami lelah berbisik di ruang-ruang birokrasi. Hari ini, kami akan biarkan dokumen-dokumen ini yang berbicara,” ujar Ahmad Syukri dengan nada tegas. “Publik berhak tahu bagaimana hukum bisa dipermainkan, dan bagaimana kebenaran yang sudah sejelas siang hari bisa coba digelapkan.”
Babak I: Kebenaran yang Terukir di Batu – Putusan Pengadilan 1963
Setiap kisah sengketa harus dimulai dari titik kebenaran tertinggi. Dalam kasus ini, titik itu adalah Putusan Pengadilan Negeri Jambi No. 30/1963 Perdata. Dokumen ini bukan sekadar kertas, melainkan titah negara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Isinya sangat jernih:
1. Pemilik Sah: Tanah sengketa adalah harta warisan dari Almh. Ratumas Saidah binti H. Pangeran Kasim (istri pertama dari Alm. Sayid Mohamad Saleh).
2. Ahli Waris Sah: Hak atas tanah tersebut jatuh kepada anak-anak kandung dari Almh. Ratumas Saidah, yang garis keturunannya kini diwakili oleh Ahmad Syukri.
“Putusan ini adalah benteng hukum kami,” jelas Ahmad Syukri. “Seharusnya, tidak ada lagi perdebatan. Negara sudah memutuskan siapa pemiliknya pada tahun 1963. Titik.”
Babak II: Senjata Tumpul – Kisah Sporadik yang Dicabut dan Dibatalkan
Namun, pada tahun 2008, sebuah manuver hukum dilakukan. Sdr. Lukman Hasny (keturunan dari istri kedua Alm. Sayid Mohamad Saleh) menerbitkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik). Dokumen inilah yang selama ini digunakan sebagai “senjata” untuk menghambat proses penerbitan sertifikat di BPN.
Namun, investigasi kami menemukan fakta fatal yang sengaja diabaikan: “Senjata” tersebut ternyata tumpul. Melalui Surat Resmi No. 593/01/2010, pihak Kelurahan Paal V Kotabaru telah secara sah MENCABUT DAN MEMBATALKAN sporadik tersebut.
“Ini adalah inti dari modus operandinya,” ungkap Ahmad Syukri. “Mereka terus menggunakan dokumen yang mereka tahu sudah tidak sah untuk menciptakan ‘sengketa buatan’. Tujuannya adalah untuk mengulur waktu, membuat kami lelah, dan berharap BPN ikut bingung. Ini adalah pelecehan terhadap administrasi negara.”
Babak III: Tanda Tangan yang Menjepit – Pengakuan dari Ayah & Nenek Lawan Sendiri
Jika sporadik yang batal adalah kelemahan fatal, maka bukti berikut ini adalah “paku di peti mati” bagi klaim pihak lawan. Kami menemukan sebuah Surat Jual Beli otentik bertanggal tahun 1959.
Di dalam dokumen bersejarah ini, tertera tanda tangan dari Hassan (Ayah dari Sdr. Lukman Hasny) dan Anna binti Taher (Nenek dari Sdr. Lukman Hasny). Dalam surat tersebut, mereka secara sadar dan tertulis MENGAKUI bahwa tanah milik mereka berbatasan langsung dengan tanah kepunyaan Almh. Ratumas Saidah.
“Ini adalah paradoks terbesar,” kata Ahmad Syukri sambil menunjukkan salinan dokumen tersebut. “Bagaimana mungkin hari ini seorang anak (Lukman Hasny) mengklaim tanah ini, sementara Ayah dan Neneknya sendiri 60 tahun yang lalu telah mengakui secara tertulis bahwa tanah ini adalah milik leluhur kami? Hukum mengenal ini sebagai estoppel. Anda tidak bisa menyangkal apa yang telah diakui oleh pendahulu Anda. Kasus ini seharusnya sudah selesai di sini.”
Babak IV: Dari Kertas ke Kejahatan – Laporan Polisi yang Tak Terhindarkan
Tindakan pihak lawan tidak berhenti di atas kertas. Aksi fisik di lapangan seperti memasang plang dan melakukan pengukuran sepihak memaksa keluarga mengambil langkah hukum yang lebih serius.
Kini, Sdr. Lukman Hasny berstatus sebagai Terlapor di Polda Jambi atas dugaan tindak pidana serius:
• Pemalsuan Surat (Pasal 263 KUHP): Atas penggunaan sporadik yang isinya diduga palsu.
• Penyerobotan Lahan (Pasal 385 KUHP): Atas tindakan fisik mengklaim tanah milik orang lain.
“Kami tidak punya pilihan lain. Ketika putusan pengadilan diabaikan dan dokumen batal terus digunakan untuk meneror kami, ini bukan lagi sengketa perdata. Ini sudah masuk ranah pidana,” tegas Ahmad Syukri.
Kasus ini kini menjadi ujian bagi integritas institusi di Jambi.
• Untuk BPN: Apakah BPN akan terus membiarkan prosesnya disandera oleh dokumen yang sudah dicabut, atau akan tunduk pada Putusan Pengadilan yang final?
• Untuk Aparat Penegak Hukum: Apakah pola sistematis menggunakan dokumen batal dan mengabaikan putusan hakim akan dibiarkan, atau akan ditindak tegas sebagai modus kejahatan pertanahan yang meresahkan?
“Kami hanya menuntut satu hal,” tutup Ahmad Syukri. “Tegakkan hukum yang sudah ada. Laksanakan putusan pengadilan tahun 1963. Berikan kami sertifikat yang menjadi hak kami. Kami sudah menunggu lebih dari 60 tahun. Keadilan tidak boleh ditunda lebih lama lagi. Kami akan segera turun ke jalan dan menjemput keadilan jika kalian tidak bisa menyediakan. Tutup Habib Syukri dengan tegas.”