Katafakta.id — Dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Kanwil Jawa Barat (Jabar) ditangkap tim Kejaksaan usai diduga memeras Rumah Sakit hingga Puskesmas di Bekasi, pada Senin, 28 Maret 2022.
Menyikapi hal itu, Pengamat Kebijakan Publik, Ratama Saragih, menuturkan bahwa kejadian tersebut berdampak pada fungsi pengawasan BPK yang berperan mengawal transparansi dan akuntanbilitas pengelolaan keuangan negara.
“Jika melihat sejarah panjang riwayat pendirian BPK, ini rasanya tak pantas lembaga tersebut tercoreng, sejak BPK pertama berdiri dengan nama Algemeene Rekenkamer (ARK) di zaman Hindia-Belanda hingga Orde Reformasi sekarang,” ujar Ratama saat dikonfirmasi Klikanggaran, Kamis (31/3).
Dijelaskan Ratama, OTT yang terjadi kepada Auditor BPK itu bukanlah yang pertama kali terjadi.
“Pasa tahun 2010 tepatnya Senin (22/06/2010) di kawasan Lapangan Tembak Cibeunyih, Bandung, petugas KPK menangkap pejabat Auditor BPK Perwakilan Jawa Barat bersama Pejabat Pemerintah Kota Bekasi terkait kasus suap,” ungkapnya.
Selain itu, kata Ratama, histori buruk sebelumnya mengenai BPK yakni hasil LHP BPK yang digugat Wakil Bupati Kutai Timur, serta adanya rekanan di kota Salatiga menggugat BPK karena dianggap melecehkan profesi konsultan pengawas jasa konstruksi.
“Melihat riwayat perjalanan Auditor BPK yang tak sedap di mata publik, sudah sepatutnya Pemerintah bersama Lembaga Legislatif mendirikan Komisi Pengawas (Komwas) BPK dengan maksud merubah mendset selama ini.
“Selain itu, lebih menekankan tindakan preventif di tubuh lembaga Auditor. Artinya Komwas BPK bekerja lebih luas lagi ketimbang mengurusi SPKN, PMP, Kode Etik, Juklak, Juknis, akan tetapi bagaimana BPK ini bisa bekerja secara profesional, integritas yang teruji, dan tak ada benturan kepentingan didalam tubuh BPK,” jelas Ratama.
Selain itu, sambung Ratama, masyarakat juga bisa memberikan kritik membangun sekaliigus mengajukan pengaduan terkait hasil kerja BPK kepada Komwas BPK, sehingga semuanya dikelola satu pintu.
“Jadi, semuanya terintegrasi dan sudah tentu Komwas BPK langsung bertanggungjawab di bawah Presiden, tentunya Ketua dan Anggota Komwas BPK bersih rekam jejaknya, punya integritas tinggi, dan lulus fit and proper test oleh DPR.l,” ujarnya.
Jika ini terlaksana, tutur Ratama, maka diharapkan kedepan tidak ada lagi peristiwa OTT terhadap Auditor BPK gugatan lainnya.
“Sehingga pengelolaan anggaran oleh ejabat pengguna anggaran, baik itu Pejabat Pemerintah, BUMN, dan BUMD, betul-betul terealisasi sesuai perencanaan, sehingga masyarakat bisa merasakan arti pembangunan Indonesia seutuhnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, Ricky Setiawan Anas, mengatakan bahwa informasi adanya dugaan pemerasan oleh auditor BPK Jabar itu didapat sejak Senin (28/3). Informasi itu didapat Kejari Bekasi dari salah satu korban.
“(Laporan) disampaikan melalui Kasi Pidsus. Selasa pagi, Kasi Pidsus lapor ke saya dan saya minta anggota melakukan operasi intelijen, tertutup. Sesuai SOP berkaitan institusi pemerintah, saya berkomunikasi dengan Pak Kajati secara intensif (karena) ada indikasi pemerasan,” ujar Ricky di Kantor Kejaksaan Tinggi Jabar, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (30/3).
“Saksi empat orang telah kami buat surat pernyataan,” sambungnya.
Kajati Jabar, Asep N Mulyana, meminta agar jajaran Kejari Cirebon melakukan operasi tertutup. Hingga akhirnya, petugas mendapati adanya bukti serta memeriksa empat orang saksi.
Dari informasi yang diperoleh, kata Ricky, pemerasan berkaitan dengan dua unit kerja yaitu RSUD Cabangbungin Bekasi dan 17 Puskesmas di Kabupaten Bekasi. Modusnya hampir serupa yakni berujar ada temuan laporan pertanggungjawaban.