Peristiwa

Demokrasi Kampus Yang Dipasung: Intervensi Dekan Dalam Pemilihan BEM UNJA Fapet Ancam Kemandirian Mahasiswa

 

TanahPilih. KataFakta.id

Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Universitas Jambi (UNJA) untuk periode 2025–2026 mencatat sejarah kelam. Forum yang seharusnya menjadi wujud perayaan demokrasi mahasiswa justru ternoda oleh intervensi langsung dari pucuk pimpinan fakultas, yang secara terang-terangan mengambil alih proses pemilihan, 6/5/25

Padahal sebelumnya, dalam forum terpisah yang difasilitasi oleh Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Bayu Rosadi, S.Pt., M.Si., bersama sejumlah dosen seperti Rizky Janatul Magwa, S.Pi., M.Si. dan Farhan Ramdhani, S.Pi., M.Si., telah disepakati mekanisme dan syarat pemilihan secara kolektif bersama mahasiswa. Proses itu berlangsung terbuka, demokratis, dan berdasarkan musyawarah mufakat.

Namun pada forum utama, segala kesepakatan tersebut dibatalkan secara sepihak oleh Dekan Fakultas Peternakan, Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc. Agr., yang justru turun langsung memimpin forum, menentukan arah keputusan, bahkan dianggap mengatur hasil akhir pemilihan. Bukan hanya pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BEM, posisi strategis seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) pun disebut ditentukan di balik meja oleh kelompok tertentu yang diduga kuat merupakan hasil akomodasi birokratis, bukan hasil musyawarah murni.

Ini adalah preseden buruk. Demokrasi kampus—yang sejatinya menjadi ruang pembelajaran kepemimpinan, kejujuran, dan partisipasi aktif mahasiswa—dirampas dalam diam oleh kekuasaan yang seharusnya menjadi pengayom, bukan pengendali.

Dalam perspektif pendidikan tinggi, kampus bukan hanya pusat ilmu pengetahuan, melainkan juga ladang tumbuhnya karakter dan integritas. Ketika mahasiswa kehilangan haknya untuk memilih dan menentukan masa depannya sendiri, maka yang lahir bukanlah pemimpin, melainkan boneka birokrasi. Padahal Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa mahasiswa memiliki hak untuk mengembangkan potensi dan kepribadian dalam kehidupan kampus yang demokratis.

Praktik ini mencerminkan pembajakan sistemik terhadap nilai-nilai demokrasi dan otonomi mahasiswa, serta menodai semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam aspek pengembangan kepribadian melalui organisasi kemahasiswaan. Apakah kampus kini telah menjadi institusi yang lebih nyaman mengatur daripada mendidik?

Keterlibatan otoritas fakultas secara langsung dalam pemilihan organisasi mahasiswa juga membuka ruang pertanyaan besar: Apakah terdapat konflik kepentingan? Apakah terdapat preferensi terhadap kelompok tertentu untuk mengamankan agenda-agenda fakultas tertentu di masa depan?

Lebih jauh lagi, jika forum demokrasi mahasiswa saja bisa begitu mudah diambil alih, bagaimana bisa mahasiswa belajar tentang kepemimpinan yang sejati, tentang integritas, tentang kesetaraan hak?

Ini bukan sekadar pelanggaran etika organisasi, ini pengkhianatan terhadap semangat reformasi kampus.

Kami menyerukan:

• Rektor Universitas Jambi segera membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki dugaan intervensi ini.

• ⁠Diperlukan pemulihan forum mahasiswa secara terbuka dan demokratis untuk mengembalikan kepercayaan sivitas akademika.

• ⁠Peninjauan ulang terhadap posisi dan batasan otoritas dekanat dalam proses-proses organisasi mahasiswa.

• ⁠Perlu dibuat kode etik birokrasi kampus dalam menjamin kedaulatan mahasiswa di setiap proses politik kampus.

Ini adalah suara mahasiswa yang tidak ingin demokrasi hanya menjadi simbol kosong. Ini adalah peringatan keras bahwa ketika kekuasaan tak dibatasi, maka kehormatan institusi akan runtuh oleh ambisi segelintir orang.

Dekan fakultas mengancam membekukan BEM dan tidak ada pendanaan sedikit pun yang turun.(415)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button